Oleh : Asma Sulistiawati (Pegiat Literasi)
Peristiwa terkini telah mengungkap kasus yang meresahkan terkait jual beli bayi secara ilegal di Yogyakarta. Direktorat Research Kriminal Umum Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta menangkap dua bidan, yang diidentifikasi sebagai Je (44) dan DM (77), yang diduga menjalankan operasi perdagangan bayi melalui rumah bersalin. Menurut laporan, keduanya mematok harga antara Rp 55 juta hingga Rp 65 juta untuk bayi perempuan dan Rp 65 juta hingga Rp 85 juta untuk bayi laki-laki, dengan menyamarkan transaksi ini sebagai biaya persalinan.
Data dari Kepolisian Daerah Yogyakarta menunjukkan bahwa sejak 2015 hingga penangkapan mereka pada 4 Desember 2024, kedua tersangka bertanggung jawab atas penjualan ilegal 66 bayi. Kegiatan mereka meliputi penerimaan dan perawatan bayi baru lahir melalui fasilitas bersalin tempat mereka praktik. (detikcom, 13/12/2024)
Tren perdagangan bayi yang mengkhawatirkan ini mencerminkan masalah sistemik yang lebih dalam di masyarakat. Berbagai faktor berkontribusi terhadap krisis ini, termasuk kesulitan ekonomi, pengangguran yang merajalela, dan disintegrasi nilai-nilai moral yang sering kali diakibatkan oleh peningkatan kehamilan yang tidak direncanakan. Kurangnya kesempatan dan tidak adanya jaring pengaman sosial dapat mendorong individu untuk melakukan tindakan yang nekat.
Meskipun tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan, tindakan tersebut menggarisbawahi kegagalan masyarakat yang gagal menjamin kesejahteraan warganya. Prevalensi kehamilan yang tidak direncanakan sering kali berasal dari hubungan terlarang menjadi dorongan bagi praktik keji ini. Banyak anak yang lahir dari hubungan di luar nikah menjadi korban perdagangan manusia, karena orang tua yang kewalahan juga tekanan masyarakat dan keadaan pribadi berusaha menghindari tanggung jawab sebagai orang tua.
Kerangka hukum saat ini yang mengizinkan kebebasan hubungan seksual yang suka sama suka, dengan penyimpangan yang jauh dari prinsip-prinsip Islam. Konsep halal (diperbolehkan) dan haram (dilarang) sering kali diabaikan, yang menyebabkan individu lebih mengutamakan keuntungan materi langsung daripada pertimbangan etika.
Karena individu hanya berfokus pada keuntungan, risiko terhadap moralitas mereka pun berkurang, bahkan saat hal itu membuat mereka menghadapi murka sang khaliq dan merugikan anggota masyarakat. Realitas yang mengejutkan adalah bahwa kejahatan melampaui latar belakang pendidikan kurangnya pemahaman tentang ajaran Islam menimpa individu di semua lapisan.
Selain itu, ketidakefektifan penegakan hukum dan kelalaian pemerintah dalam menangani kesejahteraan warganya telah menyebabkan budaya di mana penjahat menghadapi sedikit konsekuensi atas tindakan mereka. Hukuman yang dijatuhkan kepada pelanggar jarang menghalangi perilaku kriminal di masa mendatang, sehingga menciptakan siklus eksploitasi dan penderitaan yang berkelanjutan.
Menangani masalah masyarakat yang mendesak ini memerlukan solusi komprehensif yang tidak hanya membuat individu bertanggung jawab atas tindakan mereka tetapi juga mengatasi akar penyebab yang menyebabkan tindakan putus asa tersebut. Gagasan bahwa hukum dapat dibeli merupakan gagasan yang sudah tidak asing lagi, yang sering kita jumpai dalam hal ini. Sayangnya, banyak pejabat yang bertugas menegakkan hukum sering kali gagal mewujudkan prinsip dapat dipercaya. Realitas yang tidak mengenakkan ini terkait erat dengan sifat sistem kapitalis sekuler yang merasuki semua aspek kehidupan kita saat ini.
Fokus yang tak henti-hentinya pada kekayaan materi ini telah menumpulkan hati nurani mereka, seperti bidan, yang seharusnya mengabdikan diri untuk mengasuh dan mendukung keluarga. Akibatnya, sistem ini tidak hanya membatasi potensi kebaikan tetapi juga membuka jalan bagi meningkatnya aktivitas kriminal.
Selama kerangka kapitalis sekuler tetap berlaku, masyarakat akan terus bergulat dengan isu-isu seperti perdagangan bayi dan sejumlah kejahatan lainnya. Sebaliknya, kejahatan semacam itu hampir tidak ada dalam sistem Islam. Penerapan hukum Islam yang komprehensif mengatur individu, masyarakat, dan negara. Islam berupaya untuk menumbuhkan individu yang beriman dan bertakwa, memastikan bahwa tindakan mereka selaras dengan hukum Syariah.
Dampak positif penerapan sistem pendidikan Islam, beserta gaya hidup yang berpegang teguh pada prinsip-prinsip Islam termasuk kerangka sosial Islam yang terbukti nyata. Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, dalam bukunya Nidzomul Ijtima’iy (Sistem Pergaulan Islam), mengartikulasikan bahwa salah satu naluri dasar manusia adalah memelihara keturunan. Naluri bawaan ini secara tradisional menumbuhkan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Namun, Allah memberikan petunjuk tentang cara menyalurkan naluri ini dengan tepat hanya dalam batasan pernikahan.
Untuk mengurangi potensi masalah yang timbul dari interaksi yang tidak terbatas antara dua lawan jenis, sistem pergaulan Islam mengamanatkan pedoman khusus. Pedoman ini mencakup menundukkan pandangan, kesopanan dalam berpakaian, dan larangan menyendiri dengan lawan jenis atau bergaul secara tidak pantas.
Selain itu, negara memainkan peran penting dalam menjaga kesejahteraan individu, yang secara efektif mengekang godaan untuk mengejar kekayaan melalui cara-cara yang tidak sah. Negara membuka banyak kesempatan kerja bagi kepala keluarga laki-laki, yang memungkinkan mereka untuk memenuhi kebutuhan dasar berupa makanan, pakaian, dan tempat tinggal bagi keluarga mereka.
Penerapan sistem ekonomi Islam semakin menjamin bahwa layanan kesehatan dan pendidikan dapat diakses oleh semua warga negara tanpa biaya. Layanan publik seperti transportasi, air, listrik, dan gas ditawarkan dengan harga terjangkau, berkat komitmen negara untuk mengelola sumber daya alam dengan cara yang dapat dipercaya demi kepentingan semua orang.
Adanya sistem sanksi yang ketat juga menjadi pencegah yang penting untuk mengurangi kemungkinan terjadinya pelanggaran berulang, seperti perdagangan bayi. Singkatnya, sistem Islam yang dipimpin oleh pemimpin yang adil, yang menjaga hubungan yang kuat dengan masyarakatnya, dapat secara efektif mencegah berbagai bentuk kegiatan kriminal, sehingga tercipta masyarakat yang lebih aman dan lebih harmonis. Wallahu’alam